Build And Fix
Dari sangat banyaknya metode – metode dari SDLC,
kami akan membahas metode yang paling
lemah dari semua metode yang ada. Dan merupakan awal dan menjadi bahan
pengembangan untuk metode – metode SDLC yang selanjutnya. Metode itu adalah
metode SDLC Build and Fix.
Metode
Build and fix pertama kali di pakai oleh perusahaan Volkswagen pada tahun 1950
– 1960 untuk memproduksi dan memasarkan serta membuat customer merasa puas
dengan produk mereka. Oleh karena itu, Volkswagen selalu melakukan update
terhadap produk mereka tanpa melakukan tes apakah mobil itu dirasa cocok oleh
customer atau tidak. Maka dari itu, customerlah yang menentukan sendiri sikap
mereka terhadap produk Volkswagen apakah sudah sesuai ataukah harus ada
perbaikan di sana sini karena adanya laporan dari beberapa masalah / problem ( bisa
di sebut juga : damage control ). Metode ini berjalan dengan sangat baik. Tapi,
ini tergantung bagaimana setiap pelanggan, user, client memperlakukan produk
anda. Setiap pernyataan terhadap produk anda akan berbeda – beda dari setiap
customer karena di proses awal tidak di
lakukan proses testing dan analisa terlebih dahulu. Hal inilah yang membuat
perusahaan mobil Volkswagen selalu melakukan update terbaru atau hanya sekedar melakukan
pembenahan, perbaikan produk – produk mereka hanya untuk memenuhi keinginan
kepuasan customer.
Hal itu semua sangat sama dengan pengembangan produk
dari sebuah software. Karena software yang di kembangkan dengan Build and fix,
tidak memiliki identitas dari kualitas software itu sendiri. hal itu di
karenakan software tersebut tidak menjalani proses testing sebelumnya dan
menggunakan end user sebagai tester.
Didalam Build and fix sendiri juga tidak ada tahap
analisis. Dimana seharusnya di metode -
metode SDLC lainnya selalu ada dan sangat di perlukan sekali karena merupakan
langkah yang paling vital. Tanpa menganalisis terlebih dahulu, seorang
developer tidak dapat mengetahui system yang akan dibuat dan juga tidak mengetahui
keperluan dari user itu seperti apa dan sampai sejauh mana. Oleh karena itu, di
dalm metode ini seorang developer langsung masuk ketahap design.
Tahap design dalam Build and fix di bagi menjadi dua
yaitu :
1. Functional
design
Dalam Functional design, seorang developer melakukan
perancangan fungsi terhadap produk yang akan dibuatnya. Initinya adalah,
software seperti apa yang akan dibuat dan untuk apa.
2. Technical
Design
Dalam Technical Design, seorang developer melakukan
perancangan teknis terhadap produk yang akan dibuatnya. Initinya adalah,
software yang dibuat akan berjalan seperti apa dan bagaimana.
Setelah melakukan proses design, seorang developer
yang memakai metode build and Fix memasuki proses implementasi. Arti dari
implementasi disini sendiri adalah, melaksanakan dan membuat produk berdasarkan
rencana rancangan design yang telah di tetapkan sebelumnya. Setelah produk yang
dibuat jadi, maka developer memasuki tahap pemasaran / peluncuran / Deployment.
Di tahap ini, seorang developer memasarkan atau menjual produk yang telah jadi
ke customer dan digunakan oleh customer untuk dalam tahapan Usage. Ditahapan
Usage inilah, customer juga bertindak sebagai tester. Jika dalam penggunaannya
di ketahui ada masalah atau ada kekurangan maka customer melaporkan masalah
tersebut ke vendor dari produk yang telah dipasarkan oleh developer sebagai
sebuah kerusakan dan kekurangan dari produk yang bersangkutan. Dari laporan
itu, pihak vendor mengevaluasi kerusakan yang dilaporkan oleh customer. Dengan
bantuan dari developer, vendor lalu memperbaiki kerusakan yang dialami oleh
customer. Dari laporan kerusakan dan serba kekurangan itu developer dapat
memperbarui produk mereka demi kepuasan pelanggan.
Karena Build and fix lebih mengarah kepada “ damage
control ” dan kepuasan pelanggan maka build and fix mulai ditinggalkan.
Meskipun masih banyak juga pengembang software yang menggunakan metode ini.
Pastinya, pengembang software yang memakai metode ini adalah pengembang
software yang bonafit atau berbudget besar. Karena di metode ini, developer
harus menggelontorkan banyak sekali modal hanya untuk di pembiayaan maintenance
saja
Bisa
dilihat dari diagram diatas, planning di dalam Build and fix sangatlah sedikit.
Menyusul berikutnya requirements yang juga tidak terlalu di perhatikan. Begitu
juga analisis yang begitu sangat sedikit prosesnya dan cenderung masuk ke
bagian design yang ada di urutan ke-empat. proses implementasi, integrasi masih
begitu di perlukan dalam metode ini. Dan yang paling mencolok adalah
maintenance yang begitu besar.
Proses
Build and fix dapat di persingkat gambar alur tahapan prosesnya menjadi seperti
berikut :
Kelebihan dari Build and fix sendiri sangatlah
minim. Karena kelebihan itu sendiri merupakan gambaran dari kelemahannya.
Karena seperti kita ketahui, build and fix dibuat tanpa melalui tahapan
analisis dulu. Karena itu Build and fix sangat cocok di gunakan ketika harus
membuat software yang tidak memiliki kompleksitas tinggi sehingga mengurangi
kesempatan program untuk mengalami error, bug, hang, atau semacamnya. Dengan
begitu pihak pengembang dapat mengurangi seminimal mungkin pembiayaan untuk
maintenance.
Oleh karene itu, build and fix memiliki kelemahan
tidak cocok ketika di pakai untuk membuat produk dengan kompleksitas tinggi dan
dengan ukuran yang besar. Biaya yang di butuhkan akan menjadi sangat membengkak
dan membesar ketika build and fix di gunakan untuk membuat projek berskala
besar. Karena semakin besar produk yang di hasilkan maka, akan sangat sering
maintenance di lakukan. Kembali lagi ke
masalah utama dari build and fix adalah metode ini tidak memasukkan analisa
sebagai tahapan awalnya dan testing dalam pembuatannya, maka produk yang di
hasilkan dengan metode ini sangat standart atau bahkan cenderung buruk. Jikapun
kalau produk yang di hasilkan berkualitas sangat bagus, pasti produk tersebut
di buat oleh pengembang – pengembang software yang berpengalaman dan berkantong
tebal ( yang tentunya harus melalui berbagai update ).
Karena begitu banyak kelemahannya, Build and fix
menjadi sangat cocok untuk digunkan sebagai metode pembelajaran dalam membuat
suatu produk. Karena produk yang dibuat harus berukuran kecil ( produk disini
berarti software ) .
Kesimpulan dari Build and Fix method
Build and fix merupakan metode yang pertamanya ( sebelum
digunakan sebagai metode pengembangan software ) digunakan bertujuan untuk
memberikan kepercayaan kepada konsumen dengan memberikan layanan berupa
perbaikan dan perawatan secara continue terhadap produk yang di gunakan oleh
konsumen. Jadi proses maintenance terus berjalan hingga kepuasan customer
terpenuhi.
Selain itu, karena build and fix tidak melakukan
analisa dan testing sebelumnya, para developer pengguna metode ini menggunakan
konsumen mereka sebagai tester untuk mengetahui kekurangan dan juga sebagai
feedback untuk upgrade produk yang telah dihasilkan sebelumnya.
Karena banyak sekali kelemahan dari metode ini, maka
metode ini sangat cocok digunakan hanya sebatas untuk pembelajaran dalam
membuat software berskala kecil / mikro.
Increment Method dapat menjadi Build and Fix Model,
karena kemampuannya untuk selalu mendapat perubahan selama proses rekayasa.
Karena proses pertama dari increment method yang melihat dari kemungkinan “ feasibility
”Sumber : http://ziziramzi7.blogspot.co.id/2012/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html